Kamis, 16 Oktober 2008

Popularitas Versus Mesin Politik


Oleh Joko Dwi Hastanto

TANGGAL 9 Oktober ini, pilkada Kabupaten Karanganyar memasuki babak kampanye. Pemungutan suara digelar 26 Oktober nanti, diikuti 655.000 lebih warga yang memiliki hak suara. Mereka akan menentukan siapa yang bakal menjadi pemimpin wilayah lima tahun ke depan.

Meski ada tiga pasangan cabup-cawabup, sejatinya hanya dua pasangan yang akan benar-benar bertarung. Pertama, incumbent Rina Iriani-Paryono yang diusung PDI Perjuangan, dengan didukung PAN, PKS, dan sejumlah partai kecil. Kedua, Juliyatmono-Sukismiyadi yang diusung Partai Golkar.

Pasangan ketiga, Romdloni-Silo, sebenarnya sekadar ’’cadangan’’ yang sengaja diusung Rina menjadi pendamping jika isu ’’Skenario Jepara’’ terjadi di Karanganyar. Saat itu muncul isu santer, Rina akan dibiarkan maju sendirian, sehingga pilkada akan mundur paling tidak 4-6 minggu karena tak ada ’’lawan’’ yang mendaftar.

Sama yang terjadi di Jepara, ketika Hendro Martojo selaku incumbent maju untuk periode kedua. Saat itu, tidak ada lawan yang mendaftarkan diri menjadi pesaing, sampai batas waktu terakhir pendaftaran. Akibatnya pilkada terpaksa diundur sampai empat bulan, menunggu sampai muncul minimal dua pasang kandidat.

Pilkada kabupaten/kota memang tidak memungkinkan ada lawan bumbung kosong, seperti pilkades. Aturan perundangan memberlakukan pilkada harus diikuti minimal dua pasang calon. Jika sampai akhir pendaftaran tidak ada pendaftar, maka pilkada diundur.

Nah, Rina yang sejak setahun terakhir sudah menyatakan akan maju lagi, mendengar skenario tersebut. Karena itu, usai mendaftarkan diri pada hari pertama bersama Paryono (sekretaris DPC PDIP Karanganyar), dia langsung memasang Romdloni-Silo yang didukung PPP, Partai Demokrat dan Partai Pelopor, agar mencapai kuorum batas pendukung.

Birokrat Cakap

Ketiga partai berhasil diyakinkan bahwa ini sebuah pengorbanan demi tegaknya demokrasi. Partai yang sebenarnya juga mendukung Rina itu mau menjadi tumbal demokrasi, agar skenario ’’Jepara’’ tidak terjadi.

Karena itu, dua hari sebelum pendaftaran ditutup, Rodloni-Silo didaftarkan. Dengan adanya pasangan ’’lain’’ yang sudah mendaftarkan diri, maka skenario Jepara tidak mungkin terjadi. Sebab sudah ada Rina-Paryono dan Romdloni-Silo sebagai pesaingnya.

Hari terakhir pendaftaran, Partai Golkar yang sejak awal tidak mau melakukan konvensi untuk menjaring calon bupati, dan menyiapkan Ketua DPD II Juliyatmono sebagai satu-satunya calon, mendaftar. Yang menarik, pasangan calon wakil bupati baru ditemukan empat hari menjelang pendaftaran ditutup. Sukismiyadi, birokrat karier yang terakhir menjabat Asisten II Sekda, dipilih mendampingi Juliyatmono.

Tentu bukan tanpa alasan kenapa dia dipilih. Sukismiyadi dikenal cakap dan karier birokrasinya juga melesat cukup cepat. Setelah sebelumnya mengenyam jabatan beberapa kali sebagai camat di beberapa wilayah, naik kepala bagian, dia pernah menjabat pula sebagai kepala Bappeda.

Instansi paling bergengsi, karena menjadi otak perjalanan birokrasi dalam menata masyarakat. Di situlah segala kebijakan kepala daerah digodok. Karena itu dia sangat paham dengan seluk beluk masalah di Karanganyar.

Selain itu, Sukismiyadi diharapkan masih mempunyai jaringan di bawah, terutama melalui bekas bawahannya di beberapa kantor kecamatan. Apalagi pengalamannya sebagai mantan ketua KNPI Karanganyar, sealumni dengan Juliyatmono yang juga mantan ketua organisasi pemuda itu, membuat dia dianggap cukup mampu menjadi sarana menggaet massa.

Dengan dukungan mesin politik Partai Golkar yang berpengalaman 32 tahun di masa Orba, dan masih berjalan sampai era reformasi, diharapkan bisa mendulang suara cukup signifikan untuk mengangkat Juli-Kismiyadi sebagai kandidat kepala daerah baru.

Sosok Populer

Bagaimana dengan duet Rina-Paryono ? Sebagai incumbent, ketenarannya selama hampir lima tahun memimpin Karanganyar sangat nyata. Hampir tidak ada warga yang tak mengenal Rina, sosok perempuan yang sebelumnya hanya berprofesi sebagai guru SD itu.

Harus diakui, suka atau tidak, Rina mampu mengangkat nama daerahnya di tingkat grass root maupun nasional. Lepas dari semua usahanya, yang tentu saja ditopang para bawahannya yang juga sangat andal mendukung langkahnya mengenalkan Lereng Lawu ke dunia luar, yang pasti secara pribadi dia sangat terkenal.

Bukti 60 piagam penghargaan dari berbagai instansi, termasuk dari Presiden, menteri, maupun lembaga lainnya seperti Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), menjadi bukti usahanya mengenalkan Karanganyar ke dunia luar sangat berhasil.

Saat ini, hampir tidak ada daerah di Nusantara yang tidak mengenal Karanganyar. Dan itu melekat pula dengan eksistensi Rina Iriani.
Persaingan antara Rina dan Juli bisa dibaca sebagai pertarungan antara popularitas (ketenaran) versus mesin politik. Rina ditunjang oleh popularitasnya di mata masyarakat, sementara Juli mengandalkan kinerja mesin politik partai yang sudah teruji selama ini.

Bagaimana dengan Paryono dan PDIP? Inilah yang juga menjadi nilai lebih. Saat ini, PDIP bukanlah partai yang hanya diisi kelompok abangan, dan partai yang menjadi wadah kelompok rewo-rewo.

Justru di perjalanan waktu, partai banteng moncong putih itu membuktikan diri sebagai partai yang intelek dan sangat dekat wong cilik.
Banyak sekali orang punya hajat yang dibantunya. Pendekatan khas wong cilik yang sangat mengena.

PDIP juga mampu menunjukkan diri sebagai partai dengan dukungan mesin politik yang cukup andal, sebagaimana Partai Golkar.

Apalagi di belakang Rina juga ada PKS yang identik dengan partai bersih dan memiliki kader sangat militan di akar rumput, PAN yang reformis, dan sederet partai pendukung lainnya, termasuk Partai Demokrat, PPP, maupun Partai Pelopor yang notabene juga mendukungnya.

Sebuah lembaga survei memang mengunggulkan kemenangan Rina hingga 70 persen, bahkan ada yang memprediksi 80 persen suara sah bisa diraih pasangan Rina-Paryono.

Namun, semua itu masih hitungan di atas kertas. Sebaiknya, marilah kita saksikan saja perhelatan akbar bernama Pilkada Karanganyar, 26 Oktober mendatang. (32)

—Joko Dwi Hastanto, wartawan Suara Merdeka di Karanganyar.

Tidak ada komentar: