Minggu, 05 Oktober 2008

Mengoreksi Partai


Catatan: b>Arief Gunawan (iniorangbiasa@yahoo.com)

PARTAI-partai politik sekarang bukan lagi preassure group, melainkan lebih memposisikan diri sebagai lembaga penyalur tenaga kerja untuk posisi calon legislatif dan calon kepala daerah. Partai-partai didirikan menjelang pemilu, sehingga kaderisasi berlangsung secara instan.

Maka kualitas dan integritas DPR sekarang umumnya rendah. Sebab partai tidak punya ’’ideologi’’, kecuali pragmatisme politik. Konstitusi diabaikan, partai-partai mengukuhkan ikatan sempit, bahwa yang dimaksud konstitusi adalah sekadar Undang-Undang Dasar.

DPR membuat undang-undang untuk kepentingan praktis kelompok dan golongan, sehingga undang-undang menjadi alat bargaining. Pembahasan RUU menjadi ’’obyektif’’, maksudnya ’’obyekan kolektif’’ karena sering disiram uang.

Transformasi demokrasi sekarang sedang berlangsung dari tingkat nasional ke tingkat lokal, sehingga hampir setiap hari berlangsung proses demokrasi yang disebut sebagai Pilkada.

Tetapi Pilkada jadi mainan politik lokal. Proses awalnya sering menyebabkan tekanan terhadap birokrasi, dan diujungnya terjadi tekanan politik. Calon yang kalah gampang mengamuk, uang ratusan miliar dipakai untuk mewujudkan Demokrasi Uang.

Maka sekarang timbul pemikiran untuk mengkaji ulang sistem Pilkada dan format otonomi daerah. Ada usul supaya gubernur dipilih saja berdasarkan usulan dari DPRD dan ditentukann oleh pusat, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri. Sebab soalnya kerawanan sosial di daerah kini menjadi bertambah, akibat sistem yang sekarang.

Ada pula kritik yang datang, bahwa partai-partai, para elit dan para tokoh sengaja menuntut banyak sekali pemekaran wilayah. Sebab pemekaran wilayah adalah ruang untuk permainan kekuasaan, juga partai dan juga uang.

Partai politik yang jumlahnya menggelembung, yaitu 38, plus enam partai lokal, memang tidak bisa dibendung, dikoreksi, apalagi diciutkan. Karena partai-partai tersebut didirikan mengatasnamakan reformasi dan demokrasi.

Kini soalnya adalah sangat berisiko tinggi apabila nasib dan masa depan bangsa dan negara ini diserahkan kepada partai-partai, yang di dalam praktiknya lebih banyak bertindak sebagai penyalur tenaga kerja, dengan kader instan, dan bukan lagi bagian dari preassure group karena asyik berkubang di dalam pragmatisme politik. ***

Tidak ada komentar: