Sabtu, 18 Oktober 2008

Kuota 30 persen


Tradisi Parpol Hambat Keterwakilan Perempuan
Jumat, 17 Oktober 2008 | 01:09 WIB

Jakarta, Kompas - Tradisi partai politik dalam hal perekrutan anggota partai selama ini dinilai menjadi salah satu faktor penghambat keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen dalam pencalonan anggota legislatif pada Pemilu 2009. Hal itu disebabkan selama ini belum ada tradisi yang baik dan kuat dalam perekrutan anggota parpol, khususnya anggota perempuan.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Evi Sofia Inayati kepada pers seusai bersama pengurus PPNA lainnya bertemu dengan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (16/10).

Faktor lain yang membuat hambatan keterwakilan perempuan di legislatif adalah masih ada paradigma lama terhadap posisi pinggir kaum perempuan dan kedudukan kaum perempuan yang kebanyakan pegawai negeri sipil. Akibatnya, mereka tidak berani berspekulasi untuk berkiprah di bidang politik.

Menurut Evi, langkah penguatan peran perempuan memang harus dilakukan agar perempuan punya keterwakilan di legislatif. Namun, pada kenyataannya tidak mudah untuk mewujudkan 30 persen itu. ”Sebab, ada kesenjangan, selain adanya paradigma yang belum berubah tentang kaum perempuan, juga banyaknya kendala dari kaum perempuan sendiri,” katanya.

Menurut Evi, selama ini belum ada tradisi yang baik dan kuat dalam sistem perekrutan anggota parpol, terutama kaum perempuan. ”Buktinya, meskipun tradisi partai politik sudah ada sejak Pemilu 1955, perekrutan anggota perempuan dalam partai politik tetap saja begitu-begitu saja serta tidak punya tradisi yang baik dan kuat untuk menempatkan peran kaum perempuan di posisi puncak," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Evi, harus ada semacam gebrakan dalam perekrutan kader dalam tradisi di partai politik. (har)

Tidak ada komentar: