Selasa, 14 Oktober 2008

Hermawan Kartajaya

Marketing goes politics

oleh : Hermawan Kartajaya
Chairman, MarkPlus Inc.

Menurut laporan majalah Time, calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Barrack Obama bakal menghadapi tantangan berat ke depan, yakni tantangan pemasaran!

Persepsi rakyat AS terhadap 'merek' Obama bakal menentukan terpilih tidaknya Obama menjadi presiden. Saat ini, majalah Time menggambarkan Obama sebagai figur dengan lima wajah: Black Man (orang berkulit hitam), Healer (penyembuh), Novice (pemula), Radical (radikal di luar kebiasaan), dan The Future (masa depan). Jika Obama dipersepsi sebagai salah satu dari empat wajah pertama maka akan sulit baginya bersaing dengan sang veteran John McCain. Hanya dengan dipersepsi sebagai masa depan maka Obama akan unggul dari McCain.

Pelajaran pemasaran ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia menjelang perhelatan besar politik 2009. Kondisi lansekap Indonesia tahun ini berubah total dibandingkan 1998.

Indonesia mengalami demokratisasi menyeluruh. Arahan politik tidak lagi vertikal dari atas tetapi ditentukan oleh rakyat secara horizontal. Semua bisa membentuk partai politik sehingga kompetisi semakin ketat.

Satu parpol bertempur melawan 37 parpol lainnya ditambah enam parpol lokal memperebutkan 174 juta pemilih. Di tubuh parpol sendiri, horizontalisasi juga terjadi.

Horizontalisasi ini menuntut parpol untuk belajar dari dunia bisnis. Ada 12 pelajaran dasar pemasaran yang bisa diadaptasi ke dunia politik. Kedua belas pelajaran ini sudah digunakan oleh entitas bisnis yang memang sudah biasa bertempur mendapatkan pelanggan.

  • Pelajaran 1-4: Indonesia sudah datar

    Pelajaran 1-4 terkait dengan lansekap pemasaran. Dunia memang bundar tetapi Indonesia sudah datar (flat) karena horizontalisasi.

    Pelajaran 1, Indonesia sudah berubah drastis sejak 1998. Teknologi Informasi yang bersifat Many to Many bisa melengkapi pendekatan pemasaran One to Many seperti beriklan dan One to One seperti lobi politik. Dengan demikian, parpol dapat mulai memikirkan penggunaan SMS, email, atau pengaktifan komunitas simpatisan maupun cara getok tular lain yang bersifat horizontal.

    Pelajaran 2, kompetisi semakin ketat dengan adanya 'ekor panjang' (kumpulan parpol kecil) melawan 'kepala pendek' (beberapa parpol besar). Fenomena 'ekor panjang' melawan 'kepala pendek' ini biasa di dunia bisnis.

    Parpol-parpol kecil ini ibarat 'ekor panjang' yang memang tidak menang pemilu di tiap daerah, tetapi jika dijumlah secara agregat akan bisa menandingi perolehan suara parpol 'kepala pendek' yang jumlahnya lebih sedikit.

    Pelajaran 3, kantong-kantong pemilih sekarang terdesentralisasi. Untuk bisa memenangkan pemilu, tidak lagi cukup bertarung secara nasional. Karena tiap daerah nuasanya berbeda akibat desentralisasi, pertarungan memperebutkan suara harus dilakukan market by market.

    Pelajaran 4, pimpinan partai politik harus menjadi 'Chief Marketing Officer' yang mengepalai semua praktik pemasaran. Di tiap-tiap daerah, selain harus ada 'Sales Professional' alias juru kampanye, juga harus ada perwakilan 'Field Marketing' yang mengerti karakter pemilih dan dapat memetakan parpol pesaing di daerah tersebut.

  • Pelajaran 5-8: Jadilah kredibel

    Pelajaran 5-8 terkait dengan bagaimana partai politik memposisikan diri secara kredibel di benak pemilih. Intinya adalah Positioning-Differentiation-Brand (PDB) yang kuat. Jika itu bisa dilakukan, partai akan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.

    Pelajaran 5 adalah semboyan yang sering digunakan di dunia bisnis: lebih baik sedikit berbeda daripada sedikit lebih baik. Parpol harus mampu menunjukkan perbedaannya, walaupun cuma sedikit, kepada calon pemilih.

    Pelajaran 6, positioning atau janji politik harus bisa direalisasikan. Rakyat Indonesia sudah lelah dengan janji-janji politik yang selalu manis namun tidak pernah ada ujung pangkalnya. Pemenang pemilu hampir dapat dipastikan adalah parpol yang memberikan janji segar tetapi dipercaya mampu merealisasikannya.

    Pelajaran 7, partai harus mencari secara kreatif perbedaan mendasar atau DNA-nya dibandingkan dengan partai lain.

    Pelajaran 8, partai harus mampu menunjukkan karakternya. Jika pemilih ditanya "Apa yang Anda tahu tentang Partai A?", pemilih tersebut harus mampu menyebutkan karakter unik dari Partai A.

  • Pelajaran 9-12: Menangkan pikiran dan hati pemilih

    Pelajaran 9-12 adalah pelajaran mengenai bagaimana parpol bisa memenangkan suara dengan membidik pikiran dan hati dari pemilih. Parpol harus bisa menjadi penembak jitu (sniper), bukan menjadi seperti Rambo yang sering membuang-buang peluru. Partai harus mampu menentukan secara spesifik profil pemilih. Parpol tidak boleh serakah dengan menembak seluruh kalangan.

    Pelajaran 9, terkait dengan bervariasinya profil pemilih di Indonesia. Parpol harus mampu mewaspadai jenis-jenis pemilih ini dan menentukan yang mana yang mau dikejar suaranya.

    Ada pemilih yang merupakan innovator dan visionary. Mereka akan memilih partai yang membawa angin perubahan menuju masa depan. Ada pemilih yang pragmatis dan konservatif yang lebih memilih partai yang sudah terbukti kehandalannya.

    da pula kaum skeptis yang cenderung akan menjadi golongan putih. Dari tahun ke tahun jumlah pemilih skeptis semakin bertambah.

    Pelajaran 10, setiap elemen bauran pemasaran mengkomunikasikan pesan dari parpol. Penawaran politik yang dipadu dengan saluran pemasaran dan promosi merupakan instrumen komunikasi politik.

    Pelajaran 11, parpol harus dapat memadukan berbagai cara 'penjualan'. Mulai dari kampanye umbul-umbul dan konvoi, pidato para juru kampanye yang menawarkan solusi, sampai usaha keseluruhan partai menarik hati para pemilih, semuanya harus terintegrasi.

    Pelajaran 12, parpol harus dapat beralih dari 'proses pelayanan' tradisional menuju yang lebih maju. Praktik tradisional seperti memberikan uang dan cinderamata harus mulai ditinggalkan.

    Praktik yang lebih maju seperti menyediakan fasilitas kampanye, mengaktifkan para pemilih dalam acara-acara, dan memberikan solusi harus mendapatkan porsi lebih besar.

  • Tidak ada komentar: