Minggu, 12 Oktober 2008

Lupakan Politik, Pikirkan Negara ini

Oleh: Asro Kamal Rokan

Barack Obama dan Partai Demokrat bisa saja menolak proposal dana talangan yang diajukan Gedung Putih. Namun tidak. Obama dan Demokrat justru berada di depan meloloskan usul Presiden George W Bush untuk menyelamatkan krisis keuangan Amerika Serikat, yang terpuruk dan bangkrut karena kebijakan ekonomi Bush yang buruk dan salah urus.

Ini berbeda dengan John McCain, calon presiden dari Partai Republik. McCain dan sebagian besar anggota DPR dari partai itu justru menolak. Dalam pemungutan suara, hanya 91 anggota DPR dari Republik yang menerima, sedangkan 108 lainnya menolak. Menurut Washington Post, penolakan itu didorong oleh McCain yang terlihat ingin populer menjelang pemilihan presiden AS. Rakyat AS mengecam paket itu. Alasan mereka, paket tersebut justru menyelamatkan eksekutif Wall Street yang serakah.

Efektivitas dana talangan 700 miliar dolar AS untuk menyelamatkan krisis ekonomi AS, tentu dapat diperdebatkan. Tapi, yang menarik adalah keputusan Obama dan Demokrat. Mereka mengesampingkan kepentingan politik untuk segera menyelamatkan krisis keuangan AS, yang justru karena ulah Bush, presiden dari Partai Republik. Pelajaran penting: kepentingan bangsa dan negara harus di atas kepentingan politik dan kelompok.

Amerika Serikat kini hancur dari dalam. Pengamat ekonomi menyamakan kehancuran ini seperti Pearl Harbour, kekalahan pasukan AS atas Jepang dalam Perang Dunia II. Peraih Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, memprediksi, jika dana talangan ini gagal, maka sektor keuangan AS akan meledak. Resesi atau lebih buruk dari itu, akan terjadi.

Krisis keuangan ini bermula dari besarnya dana pinjaman lembaga-lembaga keuangan untuk kredit perumahan. Pinjaman sangat besar itu gagal bayar. Ini kemudian menyeret lembaga keuangan dan perusahaan besar lainnya.

Praktik penipuan para eksekutif keuangan juga meluas. Kasus Lehman Brothers memperlihatkan hal itu. Perusahaan inipun bangkrut. Dalam sistem global dan kapitalisme itu, beberapa bank internasional juga ambruk.

Sebagai tujuan ekspor dunia, krisis keuangan AS itu dengan sangat cepat merembet ke Eropa dan Asia, termasuk Indonesia. Efek domino itu menyergap pasar saham global karena investor panik. Dana talangan yang disetujui DPR AS belum mampu menahan kejatuhan ini. Wall Street berada di tepi jurang.

Indonesia sebagai warga dunia tentu mendapat imbas dari krisis AS itu. AS merupakan negara tujuan kedua terbesar ekspor nonmigas Indonesia, sebesar 12,41 persen dari total 67.531,4 juta dolar AS pada 2007. Jepang merupakan negara terbesar pertama tujuan ekspor nonmigas Indonesia, sebesar 15,19 persen. Akibat krisis ini, dipastikan permintaan terhadap produk Indonesia menurun. Rupiah juga kemarin melemah.

Warga dunia, termasuk kita, dapat mengutuk sekeras-kerasnya kekacauan yang dilakukan George W Bush. Tapi, ini tak menyelesaikan persoalan apa pun. Barack Obama dan Partai Demokrat telah memperlihatkan bahwa kepentingan bangsa dan negara jauh lebih penting daripada mengecam habis-habisan Bush.

Semua negara, termasuk Pemerintah Indonesia, kini mencari jalan keluar untuk tidak terperosok. Rakyat Indonesia paham betul akibat krisis pada 10 tahun lalu. Akal sehat kita tentu tak menginginkan krisis itu terjadi lagi, krisis yang sangat berat dan menghancurkan.

Kini, lupakan kepentingan politik. Kita bersama, siapa pun kita, apa pun latar belakang politik kita, pengusaha, pengamat, bahkan juga spekulan, berbuat sebesar-besarnya untuk rakyat dan negara, seperti diperlihatkan Partai Demokrat dan Obama. Saling menyalahkan akan memperkeruh suasana dan memicu kepanikan. Pikirkan akibat-akibatnya pada rakyat yang tidak tahu apa-apa.

Inilah saatnya: setiap kita menjadi lebih berarti, bukan menjadi sia-sia.

Tidak ada komentar: