Rabu, 22 Oktober 2008

Dewan Perwakilan Daerah


Setahun Lagi, Mari Bung Rebut Kembali!
Rabu, 22 Oktober 2008 | 00:22 WIB

Sidik Pramono


Siapa yang masih bakal bilang Dewan Perwakilan Daerah bukan institusi politik yang menarik lagi? Faktanya, untuk Pemilu 2009, sebanyak 1.127 calon akan bersaing di 33 provinsi memperebutkan 132 kursi DPD di Senayan.

Dari jumlah tersebut, setidaknya terdapat 80 dari 128 anggota DPD periode 2004-2009 yang hendak maju lagi. Bahkan, ada beberapa provinsi yang semua empat anggota DPD-nya mencalonkan diri lagi. Provinsi itu antara lain Bengkulu, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Sebaliknya, di sisi lain, hanya 1 dari 4 anggota DPD dari Provinsi DKI Jakarta yang maju lagi untuk Pemilu 2009.

Sebagian anggota DPD lainnya memang tidak tercantum sebagai calon anggota DPD. Namun, mereka, toh, tetap bakal bersibuk-sibuk dalam Pemilu 2009 karena bakal maju sebagai calon anggota DPR.

Dalam daftar calon sementara yang diumumkan KPU terdapat, antara lain, nama Edwin Kawilarang sebagai calon anggota DPR Partai Golkar di daerah pemilihan Sulawesi Utara nomor urut 1. Yang lain seperti Malik Raden (Partai Gerindra, Nanggroe Aceh Darussalam II, nomor urut 1), Soemardi Thaher (Partai Persatuan Daerah, Riau II, 1), Subardi (Partai Golkar, DI Yogyakarta, 8), Mujib Imron (Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Jawa Timur II, 2), Wilhelmus Wua Openg (Partai Kebangkitan Bangsa, Nusa Tenggara Timur II, 4), Nita Budhi Susanti (Partai Demokrat, Maluku Utara, 1), dan Max Demetouw (Partai Demokrat, Papua, 6).

Memang ada selentingan yang menyebutkan bahwa ada anggota DPD yang mencoba-coba melamar ke beberapa partai politik. Namun, akhirnya mereka terpental sehingga praktis sama sekali akan ”terbebas” dari ingar-bingar Pemilu 2009.

Sementara yang benar-benar tidak maju sebagian memang sudah ”kehilangan minat” untuk ikut Pemilu 2009. Misalnya saja Marwan Batubara merasa kurang nyaman dengan keberadaannya di DPD yang menyerap anggaran besar. Satu periode di DPD dirasa sudah cukup bagi Marwan.

Sekalipun fungsi legislasi memang amat terbatas, sebenarnya fungsi pengawasan masih bisa dioptimalkan lewat beragam cara advokasi dan dukungan media. Namun, yang mencuat memang kesan kurang all out dalam memperjuangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat banyak. Padahal, menurut Marwan, ”Perbuatan dibutuhkan sekarang, jangan nunggu berkuasa.”

Alasan yang nyaris senada yang membuat anggota DPD dari Yogyakarta, Subardi, mencoba berjuang untuk ”pindah ke ruang sebelah”. Pada Pemilu 2009, Subardi bakal berkompetisi memperebutkan kursi DPR dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selama ini Subardi mengaku tidak bisa optimal memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan kewenangan DPD yang terbatas seperti sekarang. Selama empat tahun, sebaik apa pun putusan DPD tidak bisa membuahkan keputusan politik. Misalnya saja, masukan yang disampaikan kepada DPR seperti dianggap ”angin lalu”. Menurut Subardi, ”DPD kayak pasukan LSM saja saat masuk ke DPR.”

Subardi mengakui, upaya memperkuat kewenangan DPD bisa dilakukan dengan perubahan konstitusi. Persoalannya, selama ini upaya perubahan konstitusi masih dipertanyakan kemungkinan keberhasilannya.

”Selama ini aspirasi yang kami bawa seperti teka-teka. Kami ingin aspirasi konstituen tidak sia-sia,” sebut Subardi.

Agenda

Konfigurasi DPD hasil Pemilu 2009 pastilah tak sama dengan hasil Pemilu 2004. Setidaknya kemungkinan masuknya kader parpol dalam DPD terbuka lebar pada Pemilu 2009.

Misalnya saja, dalam daftar calon anggota DPD tercantum para anggota DPR periode 2004-2009. Yang berasal dari Partai Amanat Nasional antara lain Ahmad Farhan Hamid (Nanggroe Aceh Darussalam), Patrialis Akbar (Sumatera Barat), AM Fatwa dan Afni Achmad (DKI Jakarta), serta Munawar Sholeh (Jawa Tengah).

Sementara yang berasal dari Partai Golkar misalnya Rambe Kamarul Zaman (Sumatera Utara). Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terdapat Pupung Suharis (Jawa Tengah) dan Soetardjo Soerjogoeritno (DI Yogyakarta). Sementara dari Partai Demokrat adalah Sunarto Muntako (DKI Jakarta).

Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat) menyebutkan, majunya para anggota DPD kembali pada Pemilu 2009 karena ada agenda yang belum selesai, yaitu usul perubahan konstitusi untuk memperkuat kewenangan DPD. Jika terpilih kembali, tentu saja agenda perubahan konstitusi yang beberapa kali mental akan terus dihidupkan.

Periode 2009-2014 menjadi masa penentuan bagi DPD. Jika DPD terus dijadikan semacam lembaga ”ompong”, penilaian atas keberlangsungan DPD dikembalikan kepada rakyat. ”Jangan sampai di DPD mau enjoy-enjoy saja,” sebut Ginandjar.

Selama empat tahun usianya, DPD memang sangat aktif memperjuangkan usul perubahan konstitusi. Persis seperti yang pernah dinyatakan Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia M Qodari bahwa usul perubahan konstitusi mesti jadi target pertama DPD periode 2004-2009.

Saat itu Qodari menyebutkan, untuk benar-benar mengimplementasikan sistem bikameral yang kuat, upaya DPD tersebut membutuhkan soliditas internal. Qodari juga mengkhawatirkan anggota DPD bakal merasa teralienasi hanya dalam waktu 3-6 bulan setelah dilantik saat berhadapan langsung dengan keterbatasan fungsinya yang amat timpang dengan kewenangan DPR (Kompas, 29/9/2004).

Menurut pengajar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mohammad Fajrul Falaakh, konfigurasi DPD hasil Pemilu 2009 menarik untuk dicermati, terutama dengan melihat kemungkinan percampuran anggota DPD periode 2004-2009 yang relatif ”independen” dengan para kader parpol yang bekas anggota DPR. Soliditas dua unsur itulah yang menentukan masa depan keinginan memperkuat kewenangan DPD lewat perubahan konstitusi. Kehadiran kader parpol di DPD bisa menjadi ”penguat”, tetapi bisa juga menjadi ”penghambat”.

Namun, Marwan justru mengingatkan perlu dibuka kajian soal perlu-tidaknya sistem dua kamar yang diterapkan di parlemen Indonesia seperti sekarang.

Indonesia pastilah berbeda dengan kondisi di negara maju. Jika fungsi legislasi DPD ”diperkuat”—bahkan jika sampai ada hak ”veto”, misalnya—bisa dibayangkan prosedur pembahasan undang-undang yang bakal semakin njlimet. Faktor (utama) yang lain adalah kemampuan anggaran negara. ”Sudah sepantasnyakah pada saat kondisi keuangan seperti ini? Dua kamar pastilah lebih mewah dibanding satu kamar,” sebut Marwan.

Apa pun, ketika waktu tinggal setahun lagi, DPD memang bakal disibukkan dengan beragam agenda. Yang hendak maju lagi tentu bakal tersita waktunya untuk mempersiapkan diri kembali mendapatkan kursi di Senayan.

Tak ayal jika kemudian agenda kerja DPD pun bisa diatur menyesuaikan kebutuhan para anggotanya—terutama jika memang ada yang hendak berkompetisi pada Pemilu 2009. Ketika mereka bersibuk-sibuk, sudah tentu rombongan yang tersisa tidak bisa bekerja sendirian.

Bagaimana DPD setahun ini?

Tidak ada komentar: