Selasa, 09 September 2008

Pemilih Kian Abaikan Janji-janji Parpol

 

SUWARDIMAN

Citra elite pemimpin dan kelembagaan partai politik tampaknya menjadi penilaian utama yang semakin diperhitungkan oleh calon pemilih dalam Pemilu 2009. Pilihan publik tidak lagi kepada janji-janji kampanye, visi-misi, dan program yang sering kali dijual selama kampanye, tetapi pada karakter pemimpin dan citra partai yang sudah terbaca selama ini.

Hasil jajak pendapat Kompas yang dilakukan terhadap 880 responden di 10 kota besar di Indonesia menunjukkan terjadi penurunan prioritas dalam memilih partai. Alasan kecocokan visi-misi, program, dan janji-janji parpol saat berkampanye, diakui oleh 24,78 persen responden, menjadi daya tarik utama yang mendorong mereka memilih parpol tertentu pada Pemilu 2004. Namun, kini alasan yang sama hanya menarik bagi 16,26 persen responden.

Sebaliknya, citra elite pemimpin dan kelembagaan parpol, yang menjadi alasan bagi 24,78 persen responden untuk memilih partai tertentu pada Pemilu 2004, kini menguat menjadi 37,9 persen. Dengan demikian, rekam jejak tokoh dan aktivitas parpol menjadi bagian penting yang bisa berpengaruh besar pada pilihan publik.

Meski demikian, Pemilu 2009 juga dibayang-bayangi oleh menguatnya alasan pragmatis dalam menggunakan hak. Bukan program, ketokohan, atau citra parpol, tetapi sekadar alasan pragmatis seperti sebatas menggunakan hak pilih, sekadar mengikuti pilihan kerabat atau lingkungan sekitarnya.

Pada pemilu sebelumnya, diakui oleh 11,8 responden, mereka memilih karena alasan-alasan tersebut. Ke depan, kecenderungan menguatnya alasan pragmatis tampak semakin terasa. Kini, setidaknya 24,93 persen responden mengajukan alasan-alasan tersebut untuk memilih partai pada Pemilu 2009.

Parpol baru

Lolosnya 38 partai politik nasional dan enam parpol lokal dalam Pemilu 2009 juga disikapi beragam oleh masyarakat. Kurniansyah (48), responden asal Banjarmasin, menyatakan tidak setuju jika partai peserta pemilu terlalu banyak. ”Saya malah khawatir, terlalu banyak parpol akan membuat bingung masyarakat. Toh, hampir semua partai visi dan misinya seragam,” ujar petani itu.

Kurniansyah mewakili 66,6 persen responden lainnya yang meragukan kemampuan partai-partai baru dalam mengangkat aspirasi masyarakat.

Sementara itu, tidak banyak responden yang optimistis munculnya partai-partai baru akan memberikan perubahan yang menggiring pada kondisi bangsa menjadi lebih baik. Hanya 26,5 responden yang yakin partai-partai baru itu akan mampu memperjuangkan aspirasi konstituennya.

”Sah-sah saja banyak parpol menjadi peserta pemilu. Mungkin saja munculnya partai-partai baru akan membawa perubahan bagi bangsa ini,” kata Nurcahyono (29), responden asal Surabaya. Suara Nurcahyono menyiratkan keterbukaan dan apresiasi publik cukup luas. Hal ini tersimpulkan dari suara 25,5 persen responden yang menyatakan berminat memilih partai baru.

Peran nyata parpol

Saat ditanyakan kepada publik, peran riil apa yang seharusnya banyak dikerjakan oleh partai politik, jawabnya adalah kerja-kerja nyata yang dampaknya bisa langsung dirasakan. Mayoritas publik menyebut hal-hal seperti lapangan pekerjaan, soal kemiskinan, bantuan kesehatan, atau pendidikan gratis. Sebanyak 40,7 persen mengharapkan peran nyata parpol di bidang kepentingan sosial dan kebutuhan rakyat kecil.

Selain itu, 21 persen responden juga mengungkapkan peran nyata parpol untuk meningkatkan kesejahteraan dengan solusi perbaikan ekonomi yang nyata. Hal-hal yang disebut dalam hal ini antara lain soal solusi atas kenaikan harga bahan bakar minyak serta dampak bawaannya, yakni lejitan harga barang kebutuhan pokok. Sedangkan harapan atas peran nyata parpol dalam memperbaiki kelembagaan partai dan kepemimpinan disebut oleh 17,6 persen responden.

Wajar jika publik menuntut parpol berjuang atas hal-hal itu sebab dari lembaga politik inilah para pemimpin ditelurkan. Partai politik juga merupakan mediator yang menghubungkan kepentingan masyarakat dengan negara atau pemerintahan. Ia juga perantara yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintah yang resmi dan mengaitkannya dengan aksi politik dalam masyarakat politik yang lebih luas.

Peran partai politik dalam mendorong pemerintahan yang efektif digambarkan sebagai hubungan kausal oleh Samuel Huntington. Ia mengatakan bahwa perubahan dan modernisasi sistem tidak serta-merta menciptakan pemerintahan yang efektif selama masih ada kesenjangan moral masyarakat dan semangat publik, serta kemampuan institusi politik dalam memberi arti dan arah dari kepentingan publik.

Wacana kebijakan pemerintah terkait masalah-masalah penting bagi masyarakat di mata publik belum menjadi hal utama. Hal ini karena publik masih lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Seperti diungkapkan Afan Gaffar (Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, 1999), tingkat politisasi sebagian besar masyarakat masih rendah. Di kalangan akar rumput seperti keluarga miskin, petani, dan buruh, kesadaran politik belum tinggi. Buat mereka, ikut terlibat secara aktif dalam wacana politik tentang hak-hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, dan sejenisnya belum menjadi skala prioritas yang penting.

Namun, sistem pemilihan langsung yang sudah berjalan sejak Pemilu 2004 dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung atau pilkada membawa konsekuensi positif dengan meningkatnya kesadaran politik secara kolektif. Sistem baru yang menempatkan suara setiap individu menjadi sangat penting membuka ruang lebih luas bagi pendidikan politik masyarakat.

Proses perekrutan dalam kepemimpinan politik semakin disadari sebagai representasi fungsi utama dari sistem politik yang berlaku. Proses perekrutan politik ini pastinya berpengaruh pada distribusi kekuasaan dalam tubuh lembaga partai politik, komposisi parlemen, hingga pemusatan kepemimpinan di posisi-posisi strategis pemerintahan.

Ketidakpuasan publik terhadap parpol dan anggota legislatif yang ada ini bisa saja menjadi peluang bagi parpol-parpol baru untuk merebut suara rakyat. Ini pun dengan catatan, partai-partai baru itu benar-benar mampu memberi sesuatu yang baru, yang lebih dari partai-partai yang sudah ada.
(Litbang Kompas)

 

Tidak ada komentar: