Selasa, 09 September 2008

Ban Gundul, Ban Serep



BUDIARTO SHAMBAZY

Buku Bob Woodward, The War Within: A Secret White House History, 2006-2008 menguak sosok Presiden George W Bush sebagai warmonger. Makna kemenangan baginya ialah jumlah musuh yang dilenyapkan harus lebih banyak dibandingkan pasukan Amerika Serikat.

Ia tak peduli lagi dengan tujuan strategis dan taktis AS di Irak. Bush memimpin rezim yang panik, yang sebentar lagi lepas tangan dari Irak.

Padahal, tiap presiden ingin meninggalkan warisan kenangan manis. Bill Clinton diingat karena sukses ekspansi ekonomi AS, George HW Bush berkat Perang Teluk, dan Ronald Reagan mengakhiri Perang Dingin.

Lain dengan nasib W—julukan Presiden Bush—yang nelangsa. Saat ia batal hadir di Konvensi Nasional Republik karena topan Gustav, Partai Republik menarik napas lega.

John McCain hanya sekali menyebut kata ”presiden” dalam pidato pengukuhannya. Saat video McCain ditayangkan di konvensi, tak satu pun foto atau potongan film W yang ditampilkan.

Pidato Sarah Palin juga tak menyebut nama W. Jadi musuh politik Barack Obama, Joe Biden, McCain, dan Palin sesungguhnya sama, yakni W!

Bukan cuma mereka yang menjauh dari W, sekutu juga. PM Inggris Gordon Brown dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy ikut langkah Obama berkunjung ke Afganistan.

Sejak awal Obama menilai Afganistan lebih strategis ketimbang Irak dalam upaya pembasmian terorisme. Dan, hanya Obama saja capres yang sejak awal menolak serbuan ke Irak.

Rekor McCain menunjukkan dukungan terhadap 90 persen kebijakan W, termasuk serangan ke Irak. Palin dalam pidato pengukuhan menyebut serangan itu ”perintah dari Tuhan”.

Obama dua tahun terakhir konsisten mengusulkan penarikan pasukan dari Irak. Pada Juli-Agustus lalu popularitasnya turun karena dianggap kurang patriotis alias tak peka terhadap nasib pasukan AS di Irak.

Simsalabim, kini W malah memutuskan penarikan pasukan. Muncul guyon, yang de facto jadi presiden Obama atau W?

Tak mengherankan semua capres dan cawapres kini mendengung-dengungkan slogan perubahan. Maknanya satu, yakni ”kami bukan bagian dari W”.

McCain mencatut slogan perubahan karena kebetulan maverick yang menentang Republik. Ia takkan bisa lupa kekurangajaran W yang menuduhnya punya anak haram kulit hitam dalam kampanye pilpres 2000.

Palin juga pas dengan cap perubahan karena, seperti McCain, juga maverick. Apalagi ia berpotensi mampu mewujudkan cita-cita perempuan jadi wapres.

Pada pemilihan sela senator, DPR, DPRD, dan gubernur 2006 Republik kalah telak. Kini Kongres, yang terdiri dari Senat dan DPR, dikuasai Demokrat.

Pada saat itu tingkat partisipasi pemilih yang menggunakan hak suaranya menaik sampai primaries pilpres Februari-Agustus 2008. Percayalah, peningkatan itu tak berhenti sampai pilpres, 4 November 2008.

Kekalahan Republik di pemilihan sela 2006 sampai primaries dan munculnya fenomena Obama merupakan referendum terhadap Republik. Apakah referendum menolak kepemimpinan partai berlambang gajah itu?

Dalam posisi terpojok, McCain muncul sebagai pahlawan setelah memilih Palin. Dalam istilah politik ia ”from zero to hero”.

Tahun lalu kans McCain memimpin dari Gedung Putih dianggap punah. Ia ditertawai, suka menggerutu, dan jadi bayang-bayang jagoan Republik, Rudi Giuliani—pahlawan dari New York pasca-9/11.

Ia utang kiri-kanan karena tak ada kontributor yang tertarik mendanai kampanyenya. Kampanye dia jauh dari ingar-bingar pesta, hanya mengandalkan bus ”Jujur Ekspres” yang hemat biaya.

Untung dia akrab dengan media karena suka melucu, merakyat, dan simbol veteran tak kenal menyerah. Ia bukan hanya mengalahkan musuh di Vietnam, tetapi juga kanker kulit, Republik, Giuliani, Mike Huckabee, dan Mitt Romney sekaligus.

Andai ia memilih Huckabee atau Romney sebagai cawapres, popularitas McCain mungkin terperosok di bawah Obama. Pilihan terhadap Palin dicatat sebagai manuver paling cerdas dalam sejarah kepresidenan.

Dua jajak pendapat pascakonvensi Republik, Senin (8/9), menunjukkan McCain mengungguli Obama. Menurut USA Today/Gallup, McCain unggul 50-46 persen dan Gallup Daily Tracking Poll 48-45 persen.

Tetapi, ada masalah riil yang menghadang. Pertama, Palin seperti ”bersembunyi” dari media massa sehingga menimbulkan spekulasi ia ”dikira emas ternyata loyang”.

Ibarat produk baru, konsumen masih dalam tahap ”melihat” Palin melalui iklan yang dikemas cantik. Masih terlalu banyak konsumen yang belum ”memegang”, apalagi ”mencicipi” produk yang iklannya bagus itu.

Hilangnya Palin dari peredaran mengakibatkan ”media vacuum”. Konsumen terpaksa menunggu wawancara—itu pun hanya sekali—Palin dengan televisi ABC yang entah kapan akan ditayangkan.

Palin belum bicara tentang berbagai masalah krusial. Apa program jaminan kesehatan, bagaimana berunding dengan Iran, bagaimana menanggulangi jumlah penganggur yang bertambah, dan seterusnya.

Banyak yang waswas menunggu debat Palin versus Biden 2 Oktober. Jangan-jangan Palin cuma fenomena bubble belaka.

Kedua, Palin lebih populer daripada McCain. Ban mobil Anda yang gundul akhirnya meletus, ban serep ternyata kurang angin. Lalu apa yang terjadi?

 

Tidak ada komentar: