Selasa, 16 September 2008

Kiprah dan Nasib Partai-Partai Baru di Pemilu 2009




Qodari IndoBarometer
Seputar Indonesia; Minggu, 20 Juli 2008

Tidak seperti diharap kan, jumlah partai po litik peserta Pemilu 2009 jauh lebih banyak dari pada Pemilu 2004. Hal ini an tara lain karena tidak konsis tennya DPR dalam membuat aturan pemilu legislatif. Un dang-undang lama, yang me nyaratkan Pemilu 2009 hanya diikuti tujuh parpol yanglolos electoral threshold (ET), "di anulir" dengan undang-un dang baru yang mengizinkan Sembilan partai tak lolos ET punya kursi di DPR, meski hanya satu kursi, otorhatis dapat ikut Pemilu 2009.
Di sisi lain, nafsu elite poli tik untuk membuat partai po litik juga masih besar meski euforia ledakan partisipasi politik mestinya sudah reda setelah 10 tahun usia Refor masi. Mengapa elite politik masih doyan membuat partai baru? Ada beberapa alasan yang mungkin melatari. Per tama, partai politik yang ada sekarang dirasakan belum mewakili kepentingan pu blik. Kedua, konflik elite di partai lama membuat seba gian elite keluar dan mendiri kan partai baru.
Ketiga, untuk dijadikan kendaraan politik menuju pe milihan presiden. Keempat, untuk membentuk kartel po litik se-Nusantara yang dapat digunakan untuk aneka keperluan, dari politik sampai finansial. Sebagai bentuk kla ngenan atau mainan politik tokoh tertentu karena yang bersangkutan sudah punya semuanya, dari perusahaan, rumah, mobil, dan seterus nya. Yang dia belum punya ialah partai politik.
Apa pun alasannya, banyak nya jumlah partai politik pe serta Pemilu 2009 potensial membuat para pemilih bingung. Hal ini didasarkan pada data survei Indo Baro­meter Desember 2007 yang menguji apakah publik kesu litan atau tidak membedakan partai politik yang ada seka rang ini (waktu itu jumlah partai baru 24), baik secara umum maupun dari aspek yang sederhana seperti nama dan lambang ataupun yang kompleks seperti program dan ideologi partai. Ternyata mayo ritas responden (60-70%) menjawab kesulitan.
Implikasi dari kebingungan rakyat ini bermacam-macam. Pertama, pilihan rakyat menjadi kurang berkualitas ka rena mereka bingung mem bedakan program kerja satu partai dengan partai lainnya. Padahal, seyogianya pilihan itu didasarkan pada evaluasi dan preferensi program kerja. Kedua, rakyat yang bingung akan apatis. Apatisme ini bisa berujung pada keputusan untuk tidak memilih (gol put). Tingginya golput akan menurunkan legitimasi hasil pemilu yang notabene di biayai uang rakyat yang jum lahnya sangat besar. 
Ketiga, akan sulit bagi partai, terutama yang baru ikut Pemilu 2009, untuk mendapatkan suara signifikan di tengah kerumunan partai yang begitu banyak. Jangankan dipilih, untuk dikenal saja sudah cukup sulit. Apalagi jika partai tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk sosialisasi dari tidak memiliki jaringan yang mengakar. Padahal, berdasar kan pengalaman survei dan pemilu sebelumnya, pengenalan merupakan syarat dasar partai politik untuk mendapatkan dukungan suara.
Di sisi lain, kerumunan partai politik ini justru bisa menjadi keuntungan bagi par pol baru. Apabila parpol baru bisa tampil beda dibanding kan dengan partai-partai yang sudah lama, partai tersebut akan cepat menarik perhatian publik. Soal bagaimana cara nya supaya tampil beda, tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi parpol-parpol baru untuk memikirkan. Yang jelas, ma syarakat sekarang jenuh de­ngan perilaku parpol dan politisi (lama) yang sarat begitu banyak masalah (korupsi, asyik dengan diri sendiri, tidak prorakyat). Alhasil, untuk tampak beda dengan parpol keba nyakan, parpol baru cukup menampilkan perilaku yang berlawanan dengan parpol  parpol lama.
Cara lain untuk bisa men dapatkan dukungan signifi kan adalah dengan melahir kan atau menggandeng tokoh lokal atau tokoh nasional yang sangat populer. Pada 2004, Partai Bintang Bulan (PBB) mendapat suara besar di NTB karena menggandeng Tuan Guru Bajang (aslinya Zainul Majdi), seorang tokoh agama yang sangat populer dan berasal dari Nandlatul Wathan, ormas agama ter besar di NTB. Begitu juga Partai Persatuan Demokrasi Ke bangsaan (PPDK) yang juga meraih suara signifikan di Su lawesi Selatan dan sekitarnya karena dipimpin tokoh asal Sulsel yakni Ryaas Rasyid.
Fakta bahwa PPDK men dapat suara signifikan di Sul sel, tapi tidak di daerah lain, menunjukkan daya tarik Ryass Rasyid belum bersifat nasional. Namun, tokoh de­ngan daya tarik nasional se perti Susilo BambangYudho yono (SBY) ternyata mampu menarik suara cukup merata di seluruh Nusantara. sehingga Partai Demokrat (PD) lang sung naik menjadi partai me nengah dengan 7,5% suara. Fenomena ini juga terjadi pada PDIP dan Megawati, PAN dan Amien Rais, juga PKB dan Gus Dur pada 1999.
Peran tokoh ini mungkin terlihat kembali pada Pemilu 2009. Dari sekian banyak par pol baru, hingga Juni 2008, baru satu yang menunjukkan peluang menyodok populari tas partai lama, yakni Partai Hati Nurani Rakyat (Ha nura). Mengapa baru Ha nura? Selain karena sosial isasi dan infrastruktur yang terbilang lebih unggul diban ding partai baru lainnya, Ha nura memiliki tokoh dengan daya tarik nasional, yakni Wi ranto. Sosok seperti Wiranto inilah yang tidak dimiliki partai-partai baru yang juga dianggap potensial, seperti Partai Demokrasi Pembaru an (PDP), Partai Kebangkit an Nasional Ulama (PKNU), ataupun Partai Matahari Bangsa (PMB). 
Lepas dari soal-soal di atas, peluang partai baru untuk meraih suara pada Pemilu 2009 cukup besar bila kita melihat kondisi para pe milih Indonesia. Mengapa? Pertama, survei Indo Barome ter Juni 2008 menunjukkan bahwa sekitar 30% pemilih Indonesia belum menentu kan pilihan. Ini adalah po tensi suara yang terbuka bagi partai baru. Kedua, dari se luruh pemilih Indonesia, ha nya sekitar 25 % yang memi liki rasa kedekatan (party ID) dengan partai tertentu. Arti nya, sekitar 75% pemilih tidak merasa dekat dengan partai manapun. Mereka ini juga potensi yang terbuka, sebab meski mereka telah memilih partai tertentu, pilihan itu tidak cukup ber akar sehingga bisa pindah ke partai baru yang mungkin menarik mereka. Di sinilah tantangan bagi parpol-parpol baru. Bagaimana supaya beda dan tampil menarik untuk mendapatkan keper cayaan dari rakyat. (* )
 

Tidak ada komentar: