Selasa, 09 September 2008

Berapa Lama Indonesia Dijajah?



Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Setelah saya menggugat berdirinya Budi Utomo beberapa waktu yang lalu sebagai awal kebangkitan nasional semata-mata karena alasan sejarah, entah apa yang mendorong, dalam beberapa hari ini, pikiran saya mulai tertumpu pada rentang waktu penjajahan asing di nusantara. Tidak salah memang, jika sebagian kecil bumi nusantara telah mulai dijajah sejak pembentukan VOC tahun 1602. Tetapi, itu tidak ada hubungannya dengan Indonesia sebagai bangsa yang baru lahir tahun 1920-an.

Kelahiran bangsa ini bisa dipatok sejak berdirinya PI (Perhimpunan Indonesia) di negeri Belanda pada 1922 atau dengan dicetuskannya Sumpah Pemuda 1928. Dengan patokan ini, sesungguhnya masa penjajahan Barat di Indonesia, terakhir oleh Belanda, hanyalah selama 20 tahun atau bahkan lebih pendek, yaitu 14 tahun, jika dihitung sejak Sumpah Pemuda sampai 1942, saat Jepang berhasil dengan cemerlang mengusir Belanda dari negeri ini. Adapun situasi mental terjajah usianya bisa berabad-abad.

Sebutan nusantara telah muncul jauh sebelum terbentuknya Indonesia sebagai bangsa dan masih kita gunakan sampai hari ini. Bahkan, ada yang mengusulkan nama Republik Indonesia diganti dengan Republik Nusantara. Tetapi, itu mengandung implikasi yang cukup besar dalam menghitung era penjajahan. Saya sendiri lebih cenderung untuk tetap mengabadikan nama Indonesia sebab beban mental kita akan jauh lebih ringan bila dikaitkan dengan sistem penjajahan Barat. Dengan menyimpulkan bahwa Indonesia ternyata tidak sampai seperempat abad dijajah asing, itu sudah terhitung penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun, segala beban sejarah sebagai bangsa terjajah dapat kita halau jauh-jauh. Bukan mengada-ada, tetapi berdasarkan pijakan sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Sekali lagi, saya tegaskan bahwa Indonesia sebagai bangsa baru muncul pada 1920-an. Sebelum itu, tidak ada Indonesia. Yang sudah muncul adalah Hindia Timur sebagai bagian dari kerajaan Belanda yang ramuannya berasal dari berbagai kerajaan kuno di nusantara yang disatukan secara paksa demi penguatan sistem penjajahan. Tetapi, kita juga harus jujur untuk mengakui fakta bahwa tanpa penjajahan, dapatkah kita membayangkan sebuah Indonesia akan muncul dalam peta dunia? Dari sisi ini, ada juga positifnya penjajahan itu. Tentu, segi jahanamnya jauh lebih besar.

Jika paradigma baru yang saya ajukan ini mengandung kebenaran, periodisasi sejarah Indonesia akan mengalami perombakan besar-besaran. Karya Profesor Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 (Dari Emporium Sampai Imperium), misalnya, harus diganti menjadi Pengantar Sejarah Nusantara Baru dan seterusnya. Dalam bingkai pemikiran di atas, penggunaan kata 'Indonesia' untuk periode tersebut tidak dapat diterima karena bangsa Indonesia pada abad-abad itu sedang berada dalam rahim sejarah.

Masih diperlukan waktu sekitar 22 atau 28 tahun pasca-1900, baru bayi yang diberi nama Indonesia itu lahir, dibidani oleh para pemuda dari berbagai suku yang sama-sama sadar betapa mustahaknya pembentukan sebuah bangsa dan kemudian sebuah negara merdeka yang baru muncul 17 Agustus 1945. Berkat latar belakang pendidikan Barat para pemuda dan pelajar itu, domestik atau luar negeri, proses kesadaran berbangsa itu semakin mengkristal sampai meraih puncaknya tahun 1920-an. Dasawarsa antara 1920 dan 1930 sungguh merupakan tonggak sejarah yang teramat penting bagi perjalanan bangsa ini. Sebab, pada tahun-tahun itulah ide tentang keindonesiaan menggelombang tanpa dapat ditahan, sekalipun perpecahan politik kebangsaan juga menyertainya.  

Bukan saja periodisasi yang harus dirombak, tetapi banyak yang lain, seperti gelar pahlawan nasional sebelum terbentuknya bangsa Indonesia juga harus diganti menjadi pahlawan nusantara. Pergantian sebutan ini sama sekali tidak akan mengecilkan jasa atau nama mereka, tetapi malah menempatkan jasa itu pada posisi yang benar dan proporsional secara sejarah. Konsep nasional selamanya mengandung makna kebangsaan, sedangkan sebelum 1920-an itu apa yang bernama bangsa belum ada. Mungkin, pemikiran ke arah pembentukan bangsa itu sudah mulai dirasakan pada dasawarsa kedua abad ke-20, tetapi formatnya masih sangat kabur. Memang, IP (Indische Partij) telah meneriakkan kata merdeka (vrij) tahun 1910-an, tetapi adalah untuk Hindia Timur, bukan untuk Indonesia, karena bangsa Indonesia itu memang belum terbayangkan ketika itu.

Tidak ada komentar: