Jumat, 26 September 2008

Ketika Musim Senyum Tiba

Seperti buah rambutan yang mulai memasuki musimnya untuk berbuah, senyum pun memiliki musim tersendiri. Untuk para politisi, saat ini adalah musim ditebarnya senyum-senyum itu.

Tidak usah jauh-jauh mencari di mana musim senyum itu terjadi. Keluar rumah saja sebentar. Perhatikan tiang listrik dan pohon-pohon di sepanjang jalan yang habis sudah batangnya dipaku berkali-kali.

Baliho, poster, spanduk, banner, dan stiker berisi foto dengan pesan sama dari orang berbeda memenuhi ruang publik kita. Meskipun orang yang ditampilkan berbeda, senyum dan pesan yang disampaikan sama.

Pesan yang disampaikan pun hampir sama tergantung musimnya. Menjelang bulan Ramadhan berakhir, kini pesan dengan senyum yang sama adalah terkait Idul Fitri dan kegiatan ikutannya, mulai dari mudik sampai silaturahmi mengirim rantang.

Setelah Idul Fitri nanti berakhir, Natal, tahun baru, dan hari-hari besar yang menjadi perhatian rakyat kebanyakan akan dijadikan ajang menebar senyum yang sama. Musim senyum yang telah tiba ini akan berlangsung terus sampai akhir 2009.

Untuk urusan senyum itu, banyak politisi memperbaiki penampilan fisik mereka. Wajah menjadi agenda utama perbaikan karena akan menjadi tempat senyum itu berada. Beberapa politisi memberi anggaran khusus untuk perawatan wajah, mulai dari pijat muka sampai menghapus identitas yang sempat melekat cukup lama.

Jika gagal memperbaiki penampilan fisik, perbaikan itu tetap diharapkan bisa terjadi. Kecanggihan teknologi telah mempermudah semuanya. Kerut di dahi, bintik hitam di pipi, hingga senyum sinis bisa dimanipulasi.

Dengan rekayasa ini, semua politisi dapat tampil memikat meskipun pada akhirnya terlihat seragam. Apalagi jika kepala para politisi ini telah diberi peci.

Terkait masalah senyum itu, terjadi sejumlah perubahan di Istana Kepresidenan, Jakarta. Di koridor yang mengelilingi taman tengah antara Istana Merdeka dan Istana Negara tidak lagi bisa dijumpai tangis duka atau ratapan nestapa anak-anak korban bencana dari Aceh hingga Papua. Foto penuh cerita itu kini telah diganti semuanya. Wajah-wajah penuh senyum dan terlihat gembira telah menggantikannya.

Sama seperti foto-foto sebelumnya yang telah hilang itu, foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam berbagai kegiatan menjadi foto utama. Wajah Presiden yang ditampilkan dalam foto-foto itu pun sudah banyak berubah. Ciri khas tahi lalat di dahi kanannya sudah tidak lagi ada. Semua ditampilkan serba sempurna.

Perubahan memang menjadi jualan utama Yudhoyono ketika berkampanye bersama Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2004. Tidak adanya duka dan nestapa seperti tergantung di koridor Istana tampaknya akan jadi jualan utama jika pertanggungjawaban lima tahunan diminta. Realitas yang bisa sangat berbeda bisa dijelaskan nanti jika diminta.

Di luar sesuai realitas atau tidaknya baliho, poster, spanduk, banner, dan stiker itu, kita patut gembira melihat senyum dan wajah gembira para politisi kita. Selama ini bukankah mereka lebih ngetop karena sejumlah kasus korupsi atau skandal yang beraneka?

Kita berharap, senyum-senyum sempurna itu merupakan ajakan kepada seluruh rakyat untuk tetap bisa tersenyum menghadapi realitas hidupnya. Diakui atau tidak, telah terjadi banyak perubahan dalam empat tahun terakhir ini.

Perubahan yang dirasakan rakyat bersama-sama adalah naiknya harga bahan bakar minyak sampai tiga kali. Perubahan lain adalah semakin susahnya mencari minyak tanah yang menjadi andalan ibu-ibu di dapur puluhan tahun lamanya.

Perubahan ini membuat rakyat semakin sulit tersenyum. Hadirnya senyum para politisi moga-moga disambut senyum serupa oleh rakyat pemilik suara. (WISNU NUGROHO)

Tidak ada komentar: