Jumat, 29 Agustus 2008

Pemilu 2009 Tentukan Generasi Baru Politik


Demokrasi Masih Berlangsung di Bawah Tekanan Prosedural 

Jakarta, Kompas - Pemilu 2009 adalah babak baru bagi bangsa Indonesia dan merupakan ajang terakhir bagi politisi senior yang ada saat ini. Hasil Pemilu 2009 akan menentukan generasi politik baru. Namun, oligarki partai politik masih berlangsung dan bergerak menuju masa depan Indonesia sekurang-kurangnya sampai 2015.

Demikian diingatkan pakar politik Daniel Dhakidae pada ”Kompas Political Gathering” di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (27/8) malam. Pertemuan itu dihadiri sejumlah pemimpin partai, antara lain Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali, Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) Bursah Zarnubi, Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit, Ketua Umum Partai Barisan Nasional (Barnas) Vence Rumangkang, Ketua Umum Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) S Roy Rening, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Choirul Anam, dan Ketua Umum Partai Persatuan Daerah (PPD) Oesman Sapta.

Hadir pula Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Hamdan Zoelva, Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Pramono Anung Wibowo, Sekjen Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Didik Supriyanto, Sekjen Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB) Eddy Danggur, Sekjen Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI) Zulvan Lindan, dan fungsionaris Partai Demokrat Andi A Mallarangeng.

Kesempatan terakhir

Daniel mengingatkan, Pemilu 2009 menjadi kesempatan terakhir bagi sejumlah tokoh nasional untuk mencalonkan diri. ”Pemilu 2009 bisa disebut sebagai kesempatan terakhir bagi Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan siapa saja. Karena itu, akan memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya,” katanya. Hampir semua aktivis dan politikus yang memegang peran dalam politik dan birokrasi nasional pada periode Orde Baru akan mengakhiri peranannya itu.

”Pemilu mendatang akan menjadi ajang yang sangat menarik bagi pengamat dilihat dari pertarungan idenya,” ujarnya.

Namun, menurut Daniel, partai politik tetap akan menjadi kendaraan, sedangkan calon perseorangan, baik dalam pemilihan nasional maupun pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten, tidak akan mendapatkan tempat.

Sebelumnya, Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama saat membuka acara itu mengingatkan, demokrasi yang berlangsung saat ini masih berada di bawah tekanan prosedural. Artinya, proses dan cara sudah mengikuti proses demokrasi, tetapi belum menyentuh substansi demokrasi. ”Demokrasi tidak sekadar kebebasan dan pesan dari rakyat dan oleh rakyat, tetapi demokrasi juga melihat keadilan sosial dan ekonomi,” ujarnya.

Bagaimanapun, Jakob berharap, proses demokrasi bisa berlangsung ke arah yang lebih mapan. Apalagi, pemilu mendatang merupakan pemilu kedua setelah reformasi, yang memang diharapkan dapat memunculkan demokrasi yang lebih matang.

Jakob juga mengakui, Pemilu 2009, khususnya pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD (legislatif) pada 9 April 2009, memiliki nilai strategis bagi bangsa Indonesia karena hasil pemilu legislatif itu akan menentukan pemilihan presiden-wakil presiden 2009.

”Dari sisi tahapan demokrasi, Pemilu 2009 sangat menentukan apakah bangsa Indonesia mampu mengonsolidasikan demokrasi dan kemudian maju selangkah menuju negara dengan demokrasi yang matang, atau tetap bertahan sebagai negara yang sedang menuju demokrasi,” ujar Jakob. Pemilu 2009 sangat menentukan status Indonesia dalam jajaran negara demokratis di dunia.

Jakob mengakui, sebagian besar warga negara dalam berbagai survei puas dengan bekerjanya sistem demokrasi dan pelaksanaannya di Indonesia. Namun, ketika demokrasi prosedural gagal mewujud menjadi demokrasi substansial, demokrasi yang langsung menjawab dan mencari solusi atas permasalahan riil bangsa, gugatan akan praktik demokrasi itu akan selalu muncul.

”Gugatan akan sistem politik demokrasi akan selalu muncul ketika hak ekonomi, sosial, dan budaya tidak terpenuhi, sementara yang mengedepan hanya hak sipil dan politik. Sistem politik demokrasi akan selalu memunculkan gugatan saat rakyat tetap melarat, pengangguran tetap membengkak, rakyat tak memiliki daya beli, dan rakyat tak merasakan kehadiran negara ketika berada dalam kesulitan,” kata Jakob Oetama lagi.

Masyarakat horizontal

Pakar pemasaran Hermawan Kartajaya mengingatkan, pemilu adalah politik pemasaran (marketing) dan kini masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang horizontal. ”Kondisi masyarakat Indonesia tahun 2008 sangat berbeda dengan kondisi masyarakat tahun 1998. Kondisi sekarang sangat horizontal. Karena itu, strategi marketing partai sekarang juga harus berbeda dengan cara menghadapi masyarakat Indonesia tahun 1998,” ujarnya.

Secara umum, Hermawan mengatakan, yang terpenting dalam marketing adalah positioning, diferensiasi, dan merek. Jika itu bisa dilakukan, partai akan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. ”Kita berada dalam masyarakat yang sejajar. Jadi, harus terjun langsung. Kita harus tahu siapa pesaing dan pelanggan sehingga tahu harus berbuat yang terbaik,” ujarnya. (MAM/TRA)

Tidak ada komentar: