Jumat, 29 Agustus 2008

Apa pun Ideologinya, Kesejahteraan Rakyat Utamanya



GURITA kapitalisme global memang sulit dibendung dan dilawan. Meski begitu, sejumlah negara di Amerika Latin mampu menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah satu-satunya cara untuk menyejahterakan rakyat.

Boleh jadi banyak pihak meragukan sistem perekonomian yang diterapkan negara-negara berpredikat sosialis itu apakah akan mampu memenangkan pertarungan memperebutkan kue ekonomi kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebab, neoliberalisme ekonomi sudah demikian menggurita layaknya kitab suci praktik ekonomi global.

Tetapi, sejumlah negara di Amerika Latin dengan kebangkitan "kiri" baru memberikan pelajaran bagaimana melawan kerangka kapitalisme yang selama ini secara agresif diwujudkan negara-negara Barat. Profesor bidang ilmu politik kenamaan Polandia Adam Przeworski secara pedas menuding bahwa kapitalisme merupakan kejahatan terorganisasi dan semua penduduk bumi adalah korbannya.

Argumentasi Przeworski layaknya hantaman bagi argumentasi tokoh-tokoh prokapitalisme seperti Milton Friedman dan Adam Smith yang mati-matian membela ideologi ekonomi ini. Dalam Capitalism & Freedom(1962), Milton menyatakan bahwa semua argumentasi yang melawan pasar bebas adalah merongrong kebebasan. Sementara Smith (Wealth Nations,1776) menyatakan bahwa setiap manusia mengamanahkan dirinya bukan untuk kemanusiaan, melainkan untuk rasa cinta diri sendiri.

Manusia tidak pernah berbicara atas dasar sebuah keharusan, tetapi atas dasar keuntungan untuk diri mereka sendiri. Itu sebabnya pasar bebas dan kapitalisme telah menjelma menjadi ideologi global. Semua negara di dunia mau tidak mau harus mengikuti kerangka ini jika tidak ingin tergilas globalisasi ekonomi.

Meski Perang Dingin blok Barat dan Timur telah usai, perang paham kapitalisme dengan sosialisme sejatinya masih berlangsung. Kalangan prokapitalis selalu mengidentikkan kerangka ekonomi kapitalisme dengan demokrasi dan kebebasan berekspresi. Di sisi lain, menuding kalangan sosialis sebagai diktator dan antidemokrasi.

Selain Smith dan Friedman, banyak lagi sederet tokoh, antara lain John Maynard Keynes, Friedrich Hayek, John Stuart Mill, David Ricardo, yang menjadi inspirator diberlakukannya kapitalisme. Sementara sosialisme yang mulai didengungkan sejak abad ke-19 dinilai banyak pihak sebagai wujud pergolakan gerakan buruh industri dan buruh tani guna memperjuangkan prinsip solidaritas, persamaan dalam sistem ekonomi.

Banyak aliran dan gerakan sosialisme berkembang, mulai sosialisme libertarian, anarko-sindikalisme, komunisme, Marhaenisme, Marxisme, dan banyak lagi lainnya. Wilson, Coen Husain Pontoh dkk dalam bukunya Menghadang Imperialisme Global (Mei 2005) menegaskan bahwa neoliberalisme bersama proyek imperialisme globalnya telah menguburkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam peti mati sejarah.

Sebab, ideologi ini hanya menciptakan kemiskinan, penghancuran, dan pemusnahan atas warga di belahan dunia lainnya, seraya mengundang gelombang perlawanan dari kelompok-kelompok masyarakat tertindas. Meskipun belum menunjukkan kesepadanan kekuatannya, buktinya Poros Harapan yang dibentuk Kuba, Venezuela, dan Bolivia dipercaya menjadi jawaban atas ketidakadilan ekonomi global bagi negara dunia ketiga akibat imperialisme global.

Negara-negara sosialis seperti Kuba sangat memprioritaskan pendidikan dan kesehatan bagi rakyatnya. Negara berpenduduk sekira 11,2 juta jiwa (2006) ini memang telah membuktikan keterjangkauan pendidikan bagi rakyatnya yang tidak kalah dengan negara maju. Biaya pendidikan di Kuba sudah digratiskan. Kuba pun mampu menyaingi standar pendidikan negaranegara kaya seperti AS, Kanada, atau bahkan Inggris. Sebab, pemerintah Kuba menyediakan anggaran pendidikan sekira 8 persen dari PDB atau 2 persen di atas anjuran UNESCO. Di bidang kesehatan pun demikian.

Negara yang saat ini dipimpin Raul Castro ini memiliki prestasi gemilang. Indonesia, yang sudah merdeka 63 tahun, seharusnya mampu mewujudkan hal yang sama sesuai amanat UUD 1945. Negara dibentuk memang bertujuan menyejahterakan rakyatnya, bukan sebaliknya. Tidak peduli ideologi yang digunakan sosialisme, kapitalisme, atau sistem ekonomi Pancasila. (sindo//mbs)


Tidak ada komentar: