Selasa, 25 November 2008

Perlu Keteladanan Pemimpin Politik


Jakarta, Kompas - Para pelaku politik mesti mampu becermin dan mencerna kritik Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta Ahmad Syafii Maarif tentang peran perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan.

”Dunia politik harus secara sadar dan sistematis diusahakan menjadi sarana perjuangan, bukan sekadar rebutan kekuasaan atau bahkan untuk saling memakan. Para tokoh politik harus bersedia menjadi teladan dalam bersikap dan berperilaku secara matang dan dewasa,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Minggu (23/11).

Menurut Anas, keteladanan para tokoh politik diperlukan terkait dengan kompetisi politik. Siap kalah dan siap menang bukan semata-mata menjadi slogan deklarasi, tetapi juga harus ditepati dengan setia. ”Kalau para tokoh politik mampu dewasa, proses pendidikan dan pendewasaan politik di tingkat massa akan berjalan baik. Namun, kalau kekanak-kanakan, jangan harap akan lahir pematangan budaya demokrasi,” ujarnya.

Soal keteladanan, tokoh dan elite politik memang tidak mudah. Perjalanan bangsa selama ini dan banyaknya kompetisi politik di Indonesia akhir-akhir ini dalam pemilihan umum menunjukkan ketidakmudahan itu. Syafii menyebut tidak saling bertegursapanya Soekarno-Soeharto, Soeharto-Habibie, dan Yudhoyono-Megawati sebagai contohnya. Jiwa besar dan sikap berlapang dada masih sangat jarang ditemui dalam perilaku politik para elite dan tokoh politik.

Tanggapan sedikit berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung. Menurut dia, komunikasi verbal dalam arti tegur-sapa seperti diharapkan Syafii mungkin tidak tampak di permukaan.

Namun, sejatinya, untuk hal-hal terkait dengan kepentingan bangsa, tanpa tegur-sapa atau komunikasi verbal, para pemimpin di Indonesia bisa satu pendapat dan suara. ”Itu terjadi juga antara Presiden Yudhoyono dan Ibu Megawati,” ujarnya.

Pramono mengakui, komunikasi verbal dalam bentuk saling tegur-sapa, seperti dikritikkan Syafii, memang masih menjadi persoalan di antara elite dan tokoh politik di Indonesia. Namun, lewat pengalamannya, Pramono sangat yakin dan percaya, ketika dihadapkan pada kepentingan bangsa yang sifatnya lebih besar, para elite dan tokoh politik bisa bersama-sama meski partai dan posisi politiknya berbeda. (INU)

Tidak ada komentar: